Selasa, 31 Juli 2012

DI JALAN



Angin berteman hawa dingin menghampiri. Pada beberapa saat aku harus berhenti untuk sekedar memasang kaos tangan, berharap dingin yang mulai datang menyerbu sedikit tertahan untuk tidak menyerang pori begitu dalam. Seingatku ini adalah perjalanan terjauh yang pernah kutempuh dengan mengendarai sepeda. Sekitar empat kilometer jalan harus kulalui. Pada sisi belakang sudah Nampak mbak arom sudah ngosngsosan mengayuh sepeda. Ayo mbak, semangat, teriakku. Tapi benar saja, kami sungguh tak merasakan ini sebagai beban berat untuk ke kampus tiap hari dengan mengandarai sepeda. Beruntung sama sekali tak ada debu dan polusi knalpot yang bertebaran sepertiketika kita mengendarai motor di Indonesia, jika demikian maka bisa kubayangkan bagaimana hitam dan kusamnya muka ini setelah sampai di kampus.
sepanjang jalan tak tampak sampah yang berserakan, tak ada orang menyeberang jalan sembarangan, tak ada juga kemacetan dan bunyi klakson mobil yang bersaut-sautan, trotoar sangat lebar dan ramah bagi pejalan kaki maupun pengendara sepeda. Semua orang tampak tertib dan patuh pada aturan
yang berlaku. Tampak beberapa siswa sekolah menengah yang mengayuh sepeda begitu cepat. semua orang merasa nyaman, tenang, dan nyaman hidup dalam harmoni ketertiban.
kajaidan ini mungkin bisa menjadi sebuah alasan kuat mengapa orang Indonesia senang menghabiskan liburan di berbagai kota di negara tetangga yang lebih rapih dan bagus dari Indonesia, taruhlah ke Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur, Hongkong, Macau atau bahkan ke Australia. Beberapa orang berduit bahkan lebih suka menghabiskan liburan ke Jepang, Amerika atau ke belahan negara Eropa Barat. Orang Indonesia pada dasarnya merindukan ketertiban.
Pada suatu kejadian pagi ini membuat aku shock ketika saya sedang menunggu lampu merah menjadi hijau. Di seberang saya ada seorang wanita tua dengan seekor anjingnya dengan rantai, sepertinya si majikan  tengah menunggu anjingnya selesai membuang kotoran. Nah, ketika anjingnya selesai membuang kototran si majikan memunguti kotoran anjingnya tersebut dengan plastic sebagai pelapis tangannya. Wah, pantas saja kota ini begitu bersih.
            Pada kejadian lain aku faham bahwa Pejalan kaki mendapat posisi teratas pada hirarki lalu lintas di Jepang. Pejalan kaki memang seolah memiliki tanda VIP di seluruh tubuhnya. Karena kendaraan apapun, mau mewah, kuno, sedan, bus, semuanya harus lebih mengutamakan si pejalan kaki. Bahkan ketika si pejalan kaki adalah penyandang cacat atau manula sehingga harus berjalan sangat lambat, kendaraan (mobil, motor, truk, atau bahkan mobil presiden sekalipun) harus menunggu dengan sabar sampai orang tersebut selesai menyebrang dengan selamat. Barulah kendaraan boleh melanjutkan perjalanan, begitu pun yang diistimewakan selanjutnya adalah para pengendara sepeda dan motor. Sementara pengendara mobil menjadi orang yang harus paling menghargai pesepeda dan orang bermotor tersebut.coba kita bandingkan dengan Indonesia, orang bermobil justru paling senang menyalib kesana kemari, atau membunyikan klakson sesuka hati.
Trotoar di Jepang pun sangat ramah bagi mereka yang tuna netra. Sebuah kesan bahwa pemerintah jepang memang memberi perhatian kepada seluruh masyarakatnya pada semua trotoar ada yellow line, jalan berwarna kuning dengan tekstur kasar.  jalur untuk mereka yang kehilangan indera penglihatannya. Sehingga dengan tongkatnya ia bisa meraba jalanan dan berjalan lurus tanpa takut ‘salah jalan’ masuk ke jalan raya. Sementara untuk penyeberangan mereka dibantu dengan suara tat-tit-tut, suara itu menandakan bahwa waktu itu dimiliki penuh oleh pejalan kaki dan pesepeda untuk menyeberang.
Sekilas kupandangi jam tanganku. Wah,… sebentar lagi acara pembukaan akan dimulai.

Sebagian tulisan ini bersumber dari :
http://blocknotinspire.blogspot.com/2012/02/ketertiban-di-jepang-bisa-menular-di.html

2 komentar:

  1. hmmm....
    mau komen apa di'. Bagus, menurutku. Kurang bah...

    BalasHapus
  2. nanti ditambahkan,.. thanks dah baca tulisan ini

    BalasHapus