Angin
berteman hawa dingin menghampiri. Pada beberapa saat aku harus berhenti untuk
sekedar memasang kaos tangan, berharap dingin yang mulai datang menyerbu sedikit
tertahan untuk tidak menyerang pori begitu dalam. Seingatku ini adalah perjalanan
terjauh yang pernah kutempuh dengan mengendarai sepeda. Sekitar empat kilometer
jalan harus kulalui. Pada sisi belakang sudah Nampak mbak arom sudah
ngosngsosan mengayuh sepeda. Ayo mbak, semangat, teriakku. Tapi benar saja,
kami sungguh tak merasakan ini sebagai beban berat untuk ke kampus tiap hari
dengan mengandarai sepeda. Beruntung sama sekali tak ada debu dan polusi
knalpot yang bertebaran sepertiketika kita mengendarai motor di Indonesia, jika
demikian maka bisa kubayangkan bagaimana hitam dan kusamnya muka ini setelah
sampai di kampus.
sepanjang
jalan tak tampak sampah yang berserakan, tak ada orang menyeberang jalan
sembarangan, tak ada juga kemacetan dan bunyi klakson mobil yang
bersaut-sautan, trotoar sangat lebar dan ramah bagi pejalan kaki maupun
pengendara sepeda. Semua orang tampak tertib dan patuh pada aturan
yang
berlaku. Tampak beberapa siswa sekolah menengah yang mengayuh sepeda begitu
cepat. semua orang merasa nyaman, tenang, dan nyaman hidup dalam harmoni
ketertiban.
kajaidan
ini mungkin bisa menjadi sebuah alasan kuat mengapa orang Indonesia senang
menghabiskan liburan di berbagai kota di negara tetangga yang lebih rapih dan
bagus dari Indonesia, taruhlah ke Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur, Hongkong,
Macau atau bahkan ke Australia. Beberapa orang berduit bahkan lebih suka
menghabiskan liburan ke Jepang, Amerika atau ke belahan negara Eropa Barat.
Orang Indonesia pada dasarnya merindukan ketertiban.
Pada
suatu kejadian pagi ini membuat aku shock ketika saya
sedang menunggu lampu merah menjadi hijau. Di seberang saya ada seorang wanita
tua dengan seekor anjingnya dengan rantai, sepertinya si majikan tengah menunggu anjingnya selesai membuang
kotoran. Nah, ketika anjingnya selesai membuang kototran si majikan memunguti
kotoran anjingnya tersebut dengan plastic sebagai pelapis tangannya. Wah,
pantas saja kota ini begitu bersih.
Pada kejadian lain aku faham bahwa Pejalan kaki mendapat posisi teratas pada hirarki lalu
lintas di Jepang. Pejalan kaki memang seolah memiliki tanda VIP di seluruh
tubuhnya. Karena kendaraan apapun, mau mewah, kuno, sedan, bus, semuanya harus
lebih mengutamakan si pejalan kaki. Bahkan ketika si pejalan kaki adalah
penyandang cacat atau manula sehingga harus berjalan sangat lambat, kendaraan
(mobil, motor, truk, atau bahkan mobil presiden sekalipun) harus menunggu
dengan sabar sampai orang tersebut selesai menyebrang dengan selamat. Barulah
kendaraan boleh melanjutkan perjalanan, begitu pun yang diistimewakan
selanjutnya adalah para pengendara sepeda dan motor. Sementara pengendara mobil
menjadi orang yang harus paling menghargai pesepeda dan orang bermotor
tersebut.coba kita bandingkan dengan Indonesia, orang bermobil justru paling
senang menyalib kesana kemari, atau membunyikan klakson sesuka hati.
Trotoar di Jepang pun sangat ramah bagi mereka yang tuna netra. Sebuah
kesan bahwa pemerintah jepang memang memberi perhatian kepada seluruh
masyarakatnya pada semua trotoar ada yellow
line, jalan berwarna kuning dengan tekstur kasar. jalur untuk mereka yang kehilangan indera
penglihatannya. Sehingga dengan tongkatnya ia bisa meraba jalanan dan berjalan
lurus tanpa takut ‘salah jalan’ masuk ke jalan raya. Sementara untuk
penyeberangan mereka dibantu dengan suara tat-tit-tut, suara itu menandakan
bahwa waktu itu dimiliki penuh oleh pejalan kaki dan pesepeda untuk menyeberang.
Sekilas kupandangi jam tanganku. Wah,… sebentar lagi acara
pembukaan akan dimulai.
Sebagian tulisan ini bersumber dari :
http://blocknotinspire.blogspot.com/2012/02/ketertiban-di-jepang-bisa-menular-di.html
hmmm....
BalasHapusmau komen apa di'. Bagus, menurutku. Kurang bah...
nanti ditambahkan,.. thanks dah baca tulisan ini
BalasHapus