Rabu, 01 Agustus 2012

Refleksi Kepedulian dan Kepekaan Hati dalam Novel “EXISTERE”


Oleh : Supriadi Herman
            Bagaimana fikiran anda ketika mendengar kata “pelacur”. Menghina, memaki, mengutuk, atau bahkan mendoakan supaya Ia mati?
            Sangat berbeda. Sinta Yudisia kembali dengan karya terbarunya “Existere”. Sebuah novel menyusul karya best Seller “The Road to the Empire” . Sinta Yudisia memandang berbeda terhadap pelacuran.  Mungkinkah ia mendukung pelacuran sebagai pekerjaan yang boleh-boleh saja dalam keadaan terpaksa?
            “kamu dan aku sama seperti perempuan lain. Ingin hidup normal dengan segala pernak-pernik hidup yang pantas dimilki oleh perempuan. Sekolah, kuliah, kerja, menikah, punya suami, anak yang baik-baik dan segala kebutuhannya terpwnuhi. Tapi pernahkah kita temui keseragaman dalam hidup ini? Tak semua orang punya kesempatan menempuh jalur di hidup yang lurus” (Existere, hal 203)
            Ketika tempat pelacuran terkena Tsunami. Bagaimana perasaanmu? Sakitkah, iba kah? Atau kita turut menjadi orang yang senang. Memaki mereka dan menyumpah mereka masuk neraka. Itulah salah satu kalimat yang ada dalam buku ini. Yang membangunkan kita bahwa betapa kita hanya menjadi orang yang asyik atas kesendirian dan kembali memaki mereka yang sedang terjebak, tanpa usaha untuk mengembalikan ke jalan yang benar.
            Adakah kita pernah peduli terhadap apa yang mereka perbuat? Pernahkah muncul setitik rasa penasaran mengapa mereka rela berbuat seperti itu? Atau bahkan kita  pernah  mendoakan wanita yang menjajakan diri mereka untuk kembali ke jalan yang benar?
            Karya Sinta Yudisia yang diterbitkan tahun 2010 oleh Penerbit Lingkar Pena ini. Hendak bercerita
kepada kita bahwa perkara penjualan diri itu awalnya muncul dari ketidak setimbangan dan ketidak kedailan. Bukankah kita selama ini memang hadir sebagai rupa yang apatis terhadap apa yang ada di sekitar kita. Namun kita tak pernah sadar bahwa ketidak pedulian kita terhadap sesama membuat orang lain tak berdaya dan terpaksa menempuh jalan yang paling hina demi kelanjutan penghidupan mereka.
            Begitulah yang dirasakan oleh Milla sebagai salah satu tokoh yang menjadi pelacur dalam novel ini. Milla yang berlatar belakang keluarga tak mampu memiliki seorang ayah yang bernama Sardjo yang berpenyakitan, kesibukannya hanya berdoa dengan dalil mencari bekal mati, sementara itu ibunya pun tak bisa berbuat apa-apa, adik-adaiknya tumbuh sebagai orang yang merana, hidupnya teramat sederhada. lantas perbuatan apa yang bisa Ia perbuat? Bukankah setiap manusia punya angan-angan yang ia ingin raih. Bukankah setiap pribadi selalu ingin membahagiakan orang-orang yang ada disekitar mereka?  Ia ingin mengahajikan orang tuanya, Ia ingin melihat adik-adiknya lanjut bersokolah. Lantas harus bagaimana lagi, ketika mencari orang di dunia tak ada yang peduli. Dengan iming-iming kebahagiaan, dan niat hanya berbuat sesaat, setelah itu kembali tobat. Milla terjebak. Ia jatuh kedalam lumpur yang dalam. Sulit untuk kembali ke hidupnya sedia kala.
            Ochi. Seorang anak tunggal dari pasangan kaya raya. Ia ingin membangun sebuah tempat bernama Dream Land (Del). Sebuah tempat yang bisa menampung orang-orang yang menderita. Sengai tempat persinggahn hidup. Ochi ynag kemudian menikah dengan Yassir. Seorang lelaki yang baik hati melalui perkenalan mereka lewat vanya temannya sendiri. Pernikahan itu membuat mereka berjarak. Tokoh Vanya yang kemudian menjauh dari kehidupan ochi dan memilih hidup untuk menjadi pelacur mrenjadi rekan Milla sebagai Pelacur. Vanya yang kemudian mempunyai anak yang cacat dan hidup di Del bersama Ochi dan Yassir sewaktu mengandung anak kedua yang tak jelas berasal dari ayah mana, dari sekian lelaki yang  pernah tidur dengannya. Namun saat itulah Yassir merasa simpati, Ia hendak menjadikan Vanya istri keduanya. Ochi yang merasa tersaingi pun merasa kecewa.  namun hatinya begitu mulia. Ia merasa inilah jalan yang bisa membuat Vanya keluar dari jalan setan yang ia jalani selama ini. Ia setuju akan pernikahan Yassir dan Vanya. 
            *****
            Novel ini adalah peraduan wanita yang peduli wanita. Sinta Yudisia sosok yang luar biasa. Mungkin sebagai manusia yang penuh dengan tuntutan ego. Kita selalu memikir diri sendiri. Namun tak begitu, nasihat dalam buku ini sangat unik, dari nasihat-nasihat yang mencekoki kita dengan kesederhanaan berfikir. Sungguh layak membuka fikiran kita, memahami alam realis yang jauh dari makna ideal ini. Novel ini adalah novel kritikan akan manusia yang tertidur akan nilai kebenaran, nilai kesucian parsial yang kita pahami selama ini.
            Lantas apakah pelacuran itu pekerjaan yang dapat ditolerir?, mampukan kita merenung sedikit membangun jiwa kritis untuk memutus kerjaan setan pengumbar sahwat dan induk permasalahan ini.    Intinya bahwa ada andil dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Entah sedikit ataupun banyak.

8 komentar:

  1. Berterima kasih untuk resensinya. :-)

    BalasHapus
  2. makasih. postinganx bagus kak.

    BalasHapus
  3. keren keren...sebagai wanita biasa, habis baca resensi novel ini, saya jadi speechless (-.-") ndag tau mesti berada dipihak mana?!
    sy baru tau loh novel ini. pengarangnya juga baru kenal. best seller toh?! *dasar saya nya yg ketinggalan info* ckck..hhihi...

    keren ! recommended nih buat dibaca semua kalangan biar pikiran kita semua bisa terbuka :)

    thanks syukran...

    oiah, klo sempat, jalan2 ke lapak saya juga yah..
    http://cahaya-pertama.blogspot.com/

    BalasHapus
  4. thanks, dah berkunjung,... iya, dalam buku ini banyak pelajaran dapat diprtik,.. recomended tuk dibaca

    BalasHapus