Jumat, 27 Juli 2012

Mendampingi Dana PUAP


Oleh : Supriadi Herman
            Petani Indonesia saat ini bisa dikatakan sedang ketiban durian runtuh. Angin segar berhembus dari pemerintah. Aliran dana PUAP atau jelasnya disebut sebagai pengembangan usaha agribisnis pedesaan kini telah merambah sampai ke pelosok-pelosok desa. Dana PUAP ini sebenarnya bukan bantuan biasa yang ditemui oleh para petani, bayangkan petani kita di Indonesia yang mayoritas atau diatas 60 persen yang berkategori masyarakat miskin yang biasanya jika dirata-ratakan penghasilannya per hari dari hasil bertani masih berada di bawah nominal dua puluh ribu rupiah perhari. Dana PUAP ini kemudian datang sebagai gelombang rejeki besar dengan angka yang paling jarang ditemui para petani dimana pada setiap gabungan kelompok tani (gapoktan) yang terdiri dari maksimal tiga kelompok tani yang masing-masing beranggotakan sekitar sepuluh orang petani dapat memperoleh bantuan dana seartus juta rupiah secara bergulir. Dengan struktur yang sangat sederhana, cukup dengan pembentukan gapoktan yang terdiri dari ketua, sekertaris dan bendahara. Meski demikian ini bukan kerja-kerja mudah dalam melaksanakan magemen yang ideal dalam pengelolaan dana PUAP tersebut. Masih banyak kendala yang perlu penanganan khusus untuk divarikan jalan keluar guna pencapaian visi yang diinginkan yakni  Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui
penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis serta Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.


Keterbukaan Para Pengambil Kebijakan
            Pada dasarnya ada system yang kita perlu acungi jempol dalam penyaluran dana puap ini. Yakni transparansi penyaluran dana tanpa system yang terlalu berbelit-belit tak seperti budaya administrasi berkelok Indonesia pada umumnya. Dana Puap dikucurkan langsung dari lembaga bersangkutan ke rekening petani atau ketua Gapoktan. Namun karena adanya sikap serakah yang mendara daging bagi manusia dan mental korup oleh masyarakat Indonesia maka selain berlepas dari penyelewengan dana dari atas masih dapat terjadi yaitu pada tingkatan ketua gapoktan, hal ini pernah terjadi pada beberapa daerah yang mendapat aliran dana PUAP dimana secara sepihak ketua gapoktan memotong dana PUAP yang baru saja dicairkan dengan alasan keperluan administrasi. Ironi pada hal lain pun terjadi dimana masyarakat diberi dana dengan bunga yang cukup membeli layaknya rentenir. Persoalan ini tak mungkin terjadi jika ada keterbukaan antara pihak atas yaitu pengawas  gapoktan dan masyarakat yang mendapat dana aliran PUAP tersebut. Namun pada intinya sikap kekeluargaan dan saling memiliki harus dibangun pada gapoktan bersangkutan sehingga ada sikap saling terbuka.

Pembelajaran Kelembagaan 
            Memang pada dasarnya program yang direncanakan untuk maksimalisasi dana puap ini cukup bagus, ada program pelatiham semacam TOT (training of trainer) kepada penerima bantuan dana untuk peningkatan SDM yang memang cukup berat dalam menakar keberhasilannnya dimana penerima dana PUAP dapat lebih komunikatif untuk berhubungan dengan dunia luar atau mencari mitra usaha dan pembentukan lembaga ekonomi mandiri. Ada persoalan yang begitu mendasar pada masalah ini yakni belum ada pengkalsifikasian SDM pada pelatihan ini. Perlu kita ketahui bahwa ternyata masih banyak petani yang beum tahu prosedur dalam pengajuan proposal dana PUAP, di sisi lain ternyata sebagian besar yang mengikuti pelatihan ini hanya pengurus Gapoktan tanpa melibatkan anggota atau para petani. Hal ini bisa menjadi anasir penghambat dalam tercapainya keterbukaan hal yang paling mungkin terjadi adalah penguasaan sepihak dari pimpinan gapoktan. Ini adalah masalah pelik yang harus kita atasi bersama. Semua pihak harus terlibat dalam peningkatan SDM dalam kemampuan kelembagaan sehingga terbentuk masyarakat kritis sebagai titik tumpu dalam aliran dana ini. Selain itu harus ada pembelajaran komunikasi efektif terhadap para petani.

Meningkatkan Kreativitas dan Mengenal Potensi
            Berdasarkan salah satu tujuan dari aliran dana puap ini, yaitu meningkatkan mutu agribisnis berdasarkan potensi wilayah. Yang harus ditekankan adalah kata potensi wilayah. Bukan seperti yang terjadi sekarang, dana PUAP sepertinya hanya simbol penambah uang petani tanpa peningkatan kreativitas. Sangat nihil hasil yang didapatkan jika dan PUAP hanya sebagai penambah modal untuk mendapatkan akses pupuk yang mudah. Sehingga yang ada hanya optimalisasi daya lahan tanpa dibarengi maksimalisasi potensi SDM. Seharusnya karena menyangkut masalah agribisnis, yang berhak mendapatkan dana ini adalah masyarakat yang siap berkompetisi dengan inovasi yang ada. Sehingga rantai perekonomia juga dikuasai oleh petani, bukan sebagai korban pekerja yang hasilnya sebagian besar hanya dinimati oleh para pedagang. Satu poin yang harus kita ingat bahwa potensi wilayah merupakan tugas orang yang lebih paham terhadap ilmu pertanian dan ilmu lain yang terkait, sehingga seharusnya kegiatan ini tidak boleh terlepas diri oleh oknum pertanian termasuk di dalamnya tenaga penyuluh bahkan mahasiswa pertanian. Harus ada pelatihan-pelatihan khusus yang dikuasai oleh para petani.

Butuh Kerikulum khusus
            Solusi yang lebih dalam lagi, mestinya ada kerikulum khusus untuk mengupgrade kemampuan para petani. Baik itu dalam bentuk diklat maupun sekolah khusus untuk petani dengan materi kelembagaan, pola komunikasi, managemen bisnis, dan yang pastinya peningkatan kreativitas untuk mengolah potensi wilayah sesuai yang diharapkan. Bukan tak mungkin, ini adalah jalan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia di dunia internasional. Dengan catatan harus berjalan sesuai prosedur berlandaskan kejujuran dan kerja keras dari para oknum yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar