Oleh : Supriadi Herman
Petani
Indonesia saat ini bisa dikatakan sedang ketiban durian runtuh. Angin segar
berhembus dari pemerintah. Aliran dana PUAP atau jelasnya disebut sebagai
pengembangan usaha agribisnis pedesaan kini telah merambah sampai ke
pelosok-pelosok desa. Dana PUAP ini sebenarnya bukan bantuan biasa yang ditemui
oleh para petani, bayangkan petani kita di Indonesia yang mayoritas atau diatas
60 persen yang berkategori masyarakat miskin yang biasanya jika dirata-ratakan
penghasilannya per hari dari hasil bertani masih berada di bawah nominal dua
puluh ribu rupiah perhari. Dana PUAP ini kemudian datang sebagai gelombang
rejeki besar dengan angka yang paling jarang ditemui para petani dimana pada
setiap gabungan kelompok tani (gapoktan) yang terdiri dari maksimal tiga
kelompok tani yang masing-masing beranggotakan sekitar sepuluh orang petani
dapat memperoleh bantuan dana seartus juta rupiah secara bergulir. Dengan struktur
yang sangat sederhana, cukup dengan pembentukan gapoktan yang terdiri dari
ketua, sekertaris dan bendahara. Meski demikian ini bukan kerja-kerja mudah
dalam melaksanakan magemen yang ideal dalam pengelolaan dana PUAP tersebut.
Masih banyak kendala yang perlu penanganan khusus untuk divarikan jalan keluar
guna pencapaian visi yang diinginkan yakni Mengurangi kemiskinan
dan pengangguran melalui
penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis
di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, Meningkatkan kemampuan pelaku usaha
agribisnis, Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis serta Meningkatkan fungsi kelembagaan
ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses
ke permodalan.
Keterbukaan Para Pengambil Kebijakan
Pada dasarnya ada system yang kita
perlu acungi jempol dalam penyaluran dana puap ini. Yakni transparansi
penyaluran dana tanpa system yang terlalu berbelit-belit tak seperti budaya
administrasi berkelok Indonesia pada umumnya. Dana Puap dikucurkan langsung
dari lembaga bersangkutan ke rekening petani atau ketua Gapoktan. Namun karena
adanya sikap serakah yang mendara daging bagi manusia dan mental korup oleh
masyarakat Indonesia maka selain berlepas dari penyelewengan dana dari atas
masih dapat terjadi yaitu pada tingkatan ketua gapoktan, hal ini pernah terjadi
pada beberapa daerah yang mendapat aliran dana PUAP dimana secara sepihak ketua
gapoktan memotong dana PUAP yang baru saja dicairkan dengan alasan keperluan
administrasi. Ironi pada hal lain pun terjadi dimana masyarakat diberi dana
dengan bunga yang cukup membeli layaknya rentenir. Persoalan ini tak mungkin
terjadi jika ada keterbukaan antara pihak atas yaitu pengawas gapoktan dan masyarakat yang mendapat dana
aliran PUAP tersebut. Namun pada intinya sikap kekeluargaan dan saling memiliki
harus dibangun pada gapoktan bersangkutan sehingga ada sikap saling terbuka.
Pembelajaran Kelembagaan
Memang pada dasarnya program yang
direncanakan untuk maksimalisasi dana puap ini cukup bagus, ada program
pelatiham semacam TOT (training of trainer) kepada penerima bantuan dana untuk
peningkatan SDM yang memang cukup berat dalam menakar keberhasilannnya dimana
penerima dana PUAP dapat lebih komunikatif untuk berhubungan dengan dunia luar
atau mencari mitra usaha dan pembentukan lembaga ekonomi mandiri. Ada persoalan
yang begitu mendasar pada masalah ini yakni belum ada pengkalsifikasian SDM
pada pelatihan ini. Perlu kita ketahui bahwa ternyata masih banyak petani yang
beum tahu prosedur dalam pengajuan proposal dana PUAP, di sisi lain ternyata
sebagian besar yang mengikuti pelatihan ini hanya pengurus Gapoktan tanpa
melibatkan anggota atau para petani. Hal ini bisa menjadi anasir penghambat
dalam tercapainya keterbukaan hal yang paling mungkin terjadi adalah penguasaan
sepihak dari pimpinan gapoktan. Ini adalah masalah pelik yang harus kita atasi
bersama. Semua pihak harus terlibat dalam peningkatan SDM dalam kemampuan
kelembagaan sehingga terbentuk masyarakat kritis sebagai titik tumpu dalam
aliran dana ini. Selain itu harus ada pembelajaran komunikasi efektif terhadap
para petani.
Meningkatkan Kreativitas dan
Mengenal Potensi
Berdasarkan salah satu tujuan dari
aliran dana puap ini, yaitu meningkatkan mutu agribisnis berdasarkan potensi
wilayah. Yang harus ditekankan adalah kata potensi wilayah. Bukan seperti yang
terjadi sekarang, dana PUAP sepertinya hanya simbol penambah uang petani tanpa
peningkatan kreativitas. Sangat nihil hasil yang didapatkan jika dan PUAP hanya
sebagai penambah modal untuk mendapatkan akses pupuk yang mudah. Sehingga yang
ada hanya optimalisasi daya lahan tanpa dibarengi maksimalisasi potensi SDM.
Seharusnya karena menyangkut masalah agribisnis, yang berhak mendapatkan dana
ini adalah masyarakat yang siap berkompetisi dengan inovasi yang ada. Sehingga
rantai perekonomia juga dikuasai oleh petani, bukan sebagai korban pekerja yang
hasilnya sebagian besar hanya dinimati oleh para pedagang. Satu poin yang harus
kita ingat bahwa potensi wilayah merupakan tugas orang yang lebih paham
terhadap ilmu pertanian dan ilmu lain yang terkait, sehingga seharusnya
kegiatan ini tidak boleh terlepas diri oleh oknum pertanian termasuk di
dalamnya tenaga penyuluh bahkan mahasiswa pertanian. Harus ada pelatihan-pelatihan
khusus yang dikuasai oleh para petani.
Butuh Kerikulum khusus
Solusi yang lebih dalam lagi,
mestinya ada kerikulum khusus untuk
mengupgrade kemampuan para petani. Baik itu dalam bentuk diklat maupun
sekolah khusus untuk petani dengan materi kelembagaan, pola komunikasi,
managemen bisnis, dan yang pastinya peningkatan kreativitas untuk mengolah
potensi wilayah sesuai yang diharapkan. Bukan tak mungkin, ini adalah jalan
untuk mengejar ketertinggalan Indonesia di dunia internasional. Dengan catatan
harus berjalan sesuai prosedur berlandaskan kejujuran dan kerja keras dari para
oknum yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar