Kamis, 26 Juli 2012

RAHIM SYUHADA



Oleh : Supriadi Herman
Nb : Tulisan ini gagal dimuat di buku K2P
            Meskipun aku wanita. aku  percaya, jika Semua mahluk mempunyai sifat berani yang lebih kuat dari fisik orang yang terkuat di dunia dan lebih tangguh dari mental tentara yang berompi besi. antara Keberanian dan mati tak ada hubungannya. Dengan kata lain, ada orang Berani maju menyerbu dengan kerikil sebiji kelereng tak akan mati jika meleset dari desingan peluru, bahkan yang parah sekali pun, terkena peluru hingga jantungnya sobek  tetapi tak mati-mati juga. Dan sebaliknya, ada yang kelihatannya selalu aman, gesit dari peluru yang berjatuhan, berlindung dari durifan tanah tetapi tiba-tiba terhempas bom dan mati. Mati tanpa perlawanan. Tanpa arti bagi lawan. Bahkan mati dengan laknat tuhan. Tentara yang lari dari perang akan mendapat murka kecuali dengan siasat perang. Tak akan jauh dari mati, khianat dan neraka. Semua penghianat perang bergerak seperti semut yang sarangnya tiba-tiba tergenang air. Lari, entah kemana.
            Secara fisik, aku hanya wanita yang berbadan kekil, dapat digilas sekali saja. Tak ada yang tahu keistimewaan seorang wanita. Seorang lelaki bisa perkasa tapi ia tak dapat melakukan regenerasi atas dirinya sendiri, Ia butuh seorang wanita yang bisa melahirkan. Sementara Jika Israel semakin mengganas, dan para lelaki telah habis, seorang wanita bisa menyembunyikan amunisi di dalam rahim mereka sebagai rahim berlindungnya para calon syuhada. Keinginan Israel menguasai tanah air kami mereka dapat usahakan secepatnya dan menguasai jiwa mereka yang nyaris tak berakal sehat menurutku, tapi sayang mereka tak tahu bahwa kami adalah orang yang berkeyakinan bahwa ini hanyalah kemenangan mereka yang sementara,
keinginan tak lebih dari cita-cita nihil, kami adalah orang yang berkeyakinan dalam dada bahwa cepat atau lambat Israel akan musnah di atas muka bumi ini, entah itu kapan dan siapa wanita yang akan melahirkan pemimpin pasukan perang yang menghancurkan Israel, rahim itu adalah rahim yang mulia dan tentunya hanya diberikan kepada orang yang mulia.
*
            Dua Tentara mengantarku, satu orang bertugas menjagaku dari amukan yang terus kuperjuangkan menyelematkan sekolah yang hanya bersisa puing dan harapan. Bertindak bak lelaki yang perkasa. Badan mereka besar-besar, dari ototnya terlihat bahwa mereka adalah orang-orang terlatih untuk menjagaku dan bisa mencuri nyawaku dari tuhan kapan ia mau dengan sekali cekekan saja. Mereka mengantarku ke sebuah tempat dimana manusia-manusia lugu yang dianggap harus dilindungi, mereka bukan keluarga atau pun anggota tentara HAMAS. Aku seorang wanita tapi aku bertitah “lebih baik sakiti aku”, aku tak perlu kelembutan, suamiku telah tenang di surga, tanpa sebab yang tak jelas ia berada di pangkuan tuhan. Kufikir ia adalah korban perang, perang yang akan berakhir hingga kiamat datang.
“ Hancurkan Yahudi…,” bisikku lirih dengan berusaha berani meneriakkannya. Nafas yang tersengal, karena tinggal itu yang bisa aku lakukan sebagai bentuk perlawanan. tentara itu menatapku. Sorot matanya sulit kumengerti. Aku tak tahu apa yang ada di dalam hatinya, tetapi di balik wajah garangnya, kulihat rona yang merindukan kedamaian. Mungkin ia masih manusia. Atau ia tertarik padaku?. Ku akui bahwa aku adalah wanita jelita.
”DIAM” katanya singkat saat melepasku. Pistol tersembunyi di balik celananya yang tertutup kantong besar. kubersikkan liur ke sampingnya  sebelum berlalu. Hanya itu tindakan paling berani dari seorang wanita sepertiku.
Di Tenda berlinang darah yang amis, kulihat bayang diriku, Seandainya aku mempunyai anak seperti mereka. Akan kudidik menjadi seorang anak  pemberani Takkan kubiarkan teriris segores pun apalagi terkena peluru, kehilangan mata, Tubuh yang ruhnya seakan lebih baik jika keluar dari raga. Aku tak kuasa. Kusibakkan sejenak jiwa berani kelelakianku, ku basuh wajah manusia yang nyaris tertutup darah. Kulinangi air mata….. Aku hanya seorang wanita lemah.
Tuhan Berikan aku anak, aku ingin menikah lagi….. doaku, kian muncul secepat kilat
Di hadapanku kini sedang menangis seorang Lelaki. Ubai. Seorang lelaki yang baru saja ditinggal anaknya yang baru berumur delapan bulan. Dalam isaknya yang menurutku begitu cengeng, kutitahkan kata-kata yang bisa memecah kegundahan.

“Nikahi aku...” Ujarku  terputus-putus.dengan sedikit keraguan
            Aku mengambil sebuah kitab yang terletak di atas meja yang memisahkan aku dan ubai. Aku berjanji di atas kitab ini hanya ingin menjadi seorang wanita yang akan melahirkan pejuang-pejuang Palestina dari rahimku, sebagia bentuk pengabdianku terhadap Palestina dan bentuk kemuliaanku sebagai wanita di hadapan tuhan. Rahimku kusediakan untuk para pejuang yang bisa membebaskan Palestina dari cengkraman si Biadab Israel . Ucapku dengan nada keras dan tergesa-gesa…. Dengan penuh harapan.
Ubai berlalu dengan isaknya… tanpa jawaban.

“Hhh… wahai lelaki putih…” Ujarku setelah ke dua kalinya bertemu ubay kali ini. “Kenapa kamu tidak menikahiku dan menikahi wanita lain?” Lanjutku sembari membuka kerudung di kepalaku. Kau ragukan niatku, pengorbananku untuk Palestina. Aku wanita yang bisa memegang senjata dan melawan tentara biadab Israel. Aku wanita yang rela mengorbankan ragaku atas nama kemanusiaan. Dan aku ingin memuliakan kewanitaanku dengan menjadi ibu para syuhada.
“Belum saatnya.” Jawabnya.
Aku menunduk sambil menghisap nafas dalam-dalam, mencari jawaban yang tepat untuk kusampaikan pada Ubay. Tapi kini kembali lagi. Ubay berlalu. Tanpa kejelasan ia mau menikahiku atau tidak.
            Ubai. aku mengenalnya sebagai lelaki perkasa, jumlah keturunannya 15 orang. Dari dua istri. Yang kini semuanya telah meninggal karena tangan biadab Zionis. Melalui sebuah kekaguman yang sangat tinggi padanya. Kunyatakan bahwa aku seorang wanita yang merindukan lelaki sepertinya. Aku ingin rahimku mencetak amunisi pejuang pergerakan kemerdekaan Palestina, mencetak para calon syuhada
***
           
            Beberapa Saat menjelang tengah malam, dalam kegelapan dan embun
yang segera datang pasrah terhadap malam, aku  keluar dari pengungsian, melangkah dari tenda ke tenda untuk mengetahui apakah semuanya berjalan seperti malam. Dari kain yang begitu tipis. Nyaris akan terdengar desis darah yang terus mengalir dan para balita yang harus meninggalkan pagi untuk selamanya serentak suara-suaru wanita mulia akan berteriak atas perih yang dikandungnya., dan dari tenda lain lagi seharusnya terdengar suara bayi yang baru lahir, begitu hasratku berbicara. Harus kupastikan aku harus menikah secepatnya.
***
            tertahan-tahan dalam semangat cinta yang menggetarkan.
“Ubay,… Nikahi aku”

“Aku sekarang sudah beristri tiga”. Kata ubay datar

“Aku ingin dinikahimu bukan lantaran nafsuku, tetapi niatku demi kemanusiaan dan kemerdekaan Palestina yang semakin tak jelas. Aku bisa menjadi istri ke empat bagimu.”

“Aku tahu itu. Tapi kau seorang janda.”

“Bukankah, seharusnya janda-janda yang lebih diutamakan untuk dinikahi yang dikisahkan nabimu, bukankah kebanyakan Istrinya adalah seorang janda ”

“aku lebih mencintai seorang gadis di bandingkan janda sepertimu…, bahkan menikahi wanita perawan lebih dianjurkan”  jelasnya mematikan perkataanku.

“Aku tahu tentang agamamu, bukankah menikah karena Allah adalah perbuatan yang mulia. Wahai seorang muslim yang teguh pada firman Tuhan.”

“Ya. Itu jelas. Tetapi bukankah pernikahan itu membutuhkan cinta, dimana hati akan bicara.”

“ Semua ada alasannya, ini kulakukan atas nama kemanusiaan, demi Palestina dan harapanku semoga menjadi wanita yang mulia dengan pengorbananku”. Desakku, berharap Ubay Meg-ia-kan ke inginanku segera

“ Kau yakin niatmu tulus karena Tuhanmu ??“

“Apakah agamamu menyerukan prasangka Wahai lelaki soleh yang selalu yakin terhadap tuhan” 

“ bukan itu, wahai wanita yang menjunjung tinggi kemanusiaan , Aku ingin anakku benar akidahnya dan Membela agamanya karena Tuhan, jika kau bersungguh-sungguh maka berdoalah kepada Rabb-mu semoga hatimu senang tiasa diberi petunjuk dari Tuhan dan kunikahi kau esok pagi “ “ Ya Zainab Binti Sofyan” Lanjutnya menyebut terang namaku

“Aku siap, Aku yakin atas tekadku, atas nama kemanusiaan dan masa depan kedamaian dunia.”

****

            Malam telah berlalu. Menikmati sesaat jiwa baruku sebagai Istri ke empat dari ubay,  setelah penjaga malam harus memukul tiang listrik sebanyak tiga kali berarti keadaan sedang tak aman..  keluar dan berlari dari malam yang suram, melangkah ke tempat dianggap aman yang  terdekat. Ya Allah biarkan Syuhada pemimpin pasukan Palestina lahir dari rahimku…
 Ya Ubay mari selamatkan dirimu… Ubay tidak beranjak. Aku terus berlari menyelamatkan diri.

Berselang beberapa hari aku tahu, bahwa malam itu, Ubay wafat sebagai Syuhada, dalam keadaan junub setelah malam pertamaku dengannya. Kuharap Ia merasakan indahnya Syahid seperti Hansalah.

Semoga ada benih cinta yang tumbuh dalam diriku…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar