Oleh : Supriadi Herman
Nb : Tulisan ini gagal dimuat di buku
K2P
Meskipun aku
wanita. aku percaya, jika Semua mahluk
mempunyai sifat berani yang lebih kuat dari fisik orang yang terkuat di dunia
dan lebih tangguh dari mental tentara yang
berompi besi. antara Keberanian dan mati tak ada hubungannya. Dengan kata lain,
ada orang Berani maju menyerbu dengan kerikil sebiji kelereng tak akan mati
jika meleset dari desingan peluru, bahkan yang parah sekali pun, terkena peluru
hingga jantungnya sobek tetapi tak
mati-mati juga. Dan sebaliknya, ada yang kelihatannya selalu aman, gesit dari
peluru yang berjatuhan, berlindung dari durifan tanah tetapi tiba-tiba
terhempas bom dan mati. Mati tanpa perlawanan. Tanpa arti bagi lawan. Bahkan
mati dengan laknat tuhan. Tentara yang lari dari perang akan mendapat murka
kecuali dengan siasat perang. Tak akan jauh dari mati,
khianat dan neraka. Semua penghianat perang bergerak seperti semut yang
sarangnya tiba-tiba tergenang air. Lari, entah kemana.
Secara fisik, aku hanya wanita yang
berbadan kekil, dapat digilas
sekali saja. Tak ada yang tahu keistimewaan seorang wanita. Seorang lelaki bisa
perkasa tapi ia tak dapat melakukan regenerasi atas dirinya sendiri, Ia butuh
seorang wanita yang bisa melahirkan. Sementara Jika Israel semakin mengganas,
dan para lelaki telah habis, seorang wanita bisa menyembunyikan amunisi di dalam
rahim mereka sebagai rahim berlindungnya para calon syuhada. Keinginan Israel
menguasai tanah air kami mereka dapat usahakan secepatnya dan menguasai jiwa
mereka yang nyaris tak berakal sehat menurutku, tapi sayang mereka tak tahu
bahwa kami adalah orang yang berkeyakinan bahwa ini hanyalah kemenangan mereka
yang sementara,
keinginan tak lebih dari cita-cita nihil, kami adalah orang yang berkeyakinan dalam dada bahwa cepat atau lambat Israel akan musnah di atas muka bumi ini, entah itu kapan dan siapa wanita yang akan melahirkan pemimpin pasukan perang yang menghancurkan Israel, rahim itu adalah rahim yang mulia dan tentunya hanya diberikan kepada orang yang mulia.
keinginan tak lebih dari cita-cita nihil, kami adalah orang yang berkeyakinan dalam dada bahwa cepat atau lambat Israel akan musnah di atas muka bumi ini, entah itu kapan dan siapa wanita yang akan melahirkan pemimpin pasukan perang yang menghancurkan Israel, rahim itu adalah rahim yang mulia dan tentunya hanya diberikan kepada orang yang mulia.
*
Dua Tentara mengantarku, satu orang bertugas
menjagaku dari amukan yang terus kuperjuangkan menyelematkan sekolah yang hanya
bersisa puing dan harapan. Bertindak bak lelaki yang perkasa. Badan mereka
besar-besar, dari ototnya terlihat bahwa
mereka adalah orang-orang terlatih untuk menjagaku dan bisa mencuri nyawaku
dari tuhan kapan ia mau dengan sekali cekekan saja. Mereka mengantarku ke
sebuah tempat dimana manusia-manusia lugu yang dianggap harus dilindungi,
mereka bukan keluarga atau pun anggota tentara HAMAS. Aku seorang wanita tapi aku
bertitah “lebih baik sakiti aku”, aku tak perlu kelembutan, suamiku telah
tenang di surga, tanpa sebab yang tak jelas ia berada di pangkuan tuhan. Kufikir
ia adalah korban perang, perang yang akan berakhir hingga kiamat datang.
“ Hancurkan Yahudi…,”
bisikku lirih dengan berusaha berani
meneriakkannya. Nafas yang tersengal, karena tinggal itu yang bisa aku lakukan
sebagai bentuk perlawanan. tentara itu menatapku. Sorot matanya sulit
kumengerti. Aku tak tahu apa yang ada di dalam hatinya, tetapi di balik wajah
garangnya, kulihat rona yang merindukan kedamaian. Mungkin ia masih manusia.
Atau ia tertarik padaku?. Ku akui bahwa aku adalah wanita jelita.
”DIAM” katanya
singkat saat melepasku. Pistol tersembunyi di balik celananya yang tertutup
kantong besar. kubersikkan liur ke sampingnya
sebelum berlalu. Hanya itu tindakan paling berani dari seorang wanita
sepertiku.
Di Tenda berlinang
darah yang amis, kulihat bayang diriku, Seandainya aku mempunyai anak seperti
mereka. Akan kudidik menjadi seorang anak pemberani Takkan kubiarkan teriris segores pun
apalagi terkena peluru, kehilangan mata, Tubuh yang ruhnya seakan lebih baik
jika keluar dari raga. Aku tak kuasa. Kusibakkan sejenak jiwa berani
kelelakianku, ku basuh wajah manusia yang nyaris tertutup darah. Kulinangi air
mata….. Aku hanya seorang wanita lemah.
Tuhan Berikan aku anak, aku ingin menikah lagi….. doaku, kian muncul secepat
kilat
Di hadapanku kini
sedang menangis seorang Lelaki. Ubai. Seorang lelaki yang baru saja ditinggal
anaknya yang baru berumur delapan bulan. Dalam isaknya yang menurutku begitu
cengeng, kutitahkan kata-kata yang bisa memecah kegundahan.
“Nikahi aku...” Ujarku terputus-putus.dengan sedikit keraguan
“Nikahi aku...” Ujarku terputus-putus.dengan sedikit keraguan
Aku mengambil sebuah kitab yang
terletak di atas meja yang memisahkan aku dan ubai. Aku berjanji di atas kitab
ini hanya ingin menjadi seorang wanita yang akan melahirkan pejuang-pejuang Palestina
dari rahimku, sebagia bentuk pengabdianku terhadap Palestina dan bentuk
kemuliaanku sebagai wanita di hadapan tuhan. Rahimku kusediakan untuk para
pejuang yang bisa membebaskan Palestina dari cengkraman si Biadab Israel .
Ucapku dengan nada keras dan tergesa-gesa…. Dengan penuh harapan.
Ubai berlalu dengan
isaknya… tanpa jawaban.
“Hhh… wahai lelaki putih…” Ujarku setelah ke dua kalinya bertemu ubay kali ini. “Kenapa kamu tidak menikahiku dan menikahi wanita lain?” Lanjutku sembari membuka kerudung di kepalaku. Kau ragukan niatku, pengorbananku untuk Palestina. Aku wanita yang bisa memegang senjata dan melawan tentara biadab Israel. Aku wanita yang rela mengorbankan ragaku atas nama kemanusiaan. Dan aku ingin memuliakan kewanitaanku dengan menjadi ibu para syuhada.
“Belum saatnya.”
Jawabnya.
Aku menunduk sambil menghisap nafas dalam-dalam, mencari jawaban
yang tepat untuk kusampaikan pada Ubay. Tapi kini kembali lagi. Ubay berlalu.
Tanpa kejelasan ia mau menikahiku atau tidak.
Ubai. aku
mengenalnya sebagai lelaki perkasa, jumlah keturunannya 15 orang. Dari dua
istri. Yang kini semuanya telah meninggal karena tangan biadab Zionis. Melalui
sebuah kekaguman yang sangat tinggi padanya. Kunyatakan bahwa aku seorang
wanita yang merindukan lelaki sepertinya. Aku ingin rahimku mencetak amunisi
pejuang pergerakan kemerdekaan Palestina, mencetak para calon syuhada
***
Beberapa Saat menjelang tengah
malam, dalam kegelapan dan embun
yang segera datang pasrah terhadap malam, aku keluar dari pengungsian, melangkah dari tenda ke tenda untuk mengetahui apakah semuanya berjalan seperti malam. Dari kain yang begitu tipis. Nyaris akan terdengar desis darah yang terus mengalir dan para balita yang harus meninggalkan pagi untuk selamanya serentak suara-suaru wanita mulia akan berteriak atas perih yang dikandungnya., dan dari tenda lain lagi seharusnya terdengar suara bayi yang baru lahir, begitu hasratku berbicara. Harus kupastikan aku harus menikah secepatnya.
yang segera datang pasrah terhadap malam, aku keluar dari pengungsian, melangkah dari tenda ke tenda untuk mengetahui apakah semuanya berjalan seperti malam. Dari kain yang begitu tipis. Nyaris akan terdengar desis darah yang terus mengalir dan para balita yang harus meninggalkan pagi untuk selamanya serentak suara-suaru wanita mulia akan berteriak atas perih yang dikandungnya., dan dari tenda lain lagi seharusnya terdengar suara bayi yang baru lahir, begitu hasratku berbicara. Harus kupastikan aku harus menikah secepatnya.
***
tertahan-tahan dalam semangat cinta
yang menggetarkan.
“Ubay,… Nikahi aku”
“Aku sekarang sudah beristri tiga”. Kata ubay datar
“Aku ingin dinikahimu bukan lantaran nafsuku, tetapi niatku
demi kemanusiaan dan kemerdekaan Palestina yang semakin tak jelas. Aku bisa
menjadi istri ke empat bagimu.”
“Aku tahu itu. Tapi kau seorang janda.”
“Bukankah, seharusnya janda-janda yang lebih diutamakan untuk
dinikahi yang dikisahkan nabimu, bukankah kebanyakan Istrinya adalah seorang
janda ”
“aku lebih mencintai seorang gadis di bandingkan janda
sepertimu…, bahkan menikahi wanita perawan lebih
dianjurkan” jelasnya mematikan
perkataanku.
“Aku tahu tentang agamamu, bukankah menikah karena Allah adalah
perbuatan yang mulia. Wahai seorang muslim yang teguh pada firman Tuhan.”
“Ya. Itu jelas. Tetapi bukankah pernikahan itu membutuhkan
cinta, dimana hati akan bicara.”
“ Semua ada alasannya, ini kulakukan atas nama kemanusiaan,
demi Palestina dan harapanku semoga menjadi wanita yang mulia dengan
pengorbananku”. Desakku, berharap Ubay Meg-ia-kan ke inginanku segera
“ Kau yakin niatmu tulus karena Tuhanmu ??“
“Apakah agamamu menyerukan prasangka Wahai lelaki soleh yang selalu
yakin terhadap tuhan”
“ bukan itu, wahai wanita yang menjunjung tinggi kemanusiaan ,
Aku ingin anakku benar akidahnya dan Membela agamanya karena Tuhan, jika kau
bersungguh-sungguh maka berdoalah kepada Rabb-mu semoga hatimu senang tiasa
diberi petunjuk dari Tuhan dan kunikahi kau esok pagi “ “ Ya Zainab Binti
Sofyan” Lanjutnya menyebut terang namaku
“Aku siap, Aku yakin atas tekadku, atas nama kemanusiaan dan
masa depan kedamaian dunia.”
****
Malam telah
berlalu. Menikmati sesaat jiwa baruku sebagai Istri ke empat dari ubay, setelah penjaga malam harus memukul tiang
listrik sebanyak tiga kali berarti keadaan sedang tak aman.. keluar dan berlari dari malam yang suram,
melangkah ke tempat dianggap aman yang
terdekat. Ya Allah biarkan Syuhada pemimpin pasukan Palestina lahir dari
rahimku…
Ya Ubay mari selamatkan
dirimu… Ubay tidak beranjak. Aku terus berlari menyelamatkan diri.
Berselang beberapa hari aku tahu, bahwa malam itu, Ubay wafat
sebagai Syuhada, dalam keadaan junub setelah malam pertamaku dengannya. Kuharap
Ia merasakan indahnya Syahid seperti Hansalah.
Semoga ada benih cinta yang tumbuh dalam diriku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar