Rabu, 27 Agustus 2014

Pengobat Rindu itu Bernama AIRASIA

Bersama Paman yang telah merantau 30 tahun dan para Sepupu baru 

Oleh : Supriadi
Tahun 2012. Menjelang penyelesaian studi di salahsatu Universitas ternama di Indonesia, muncul keinginan untuk menyusun agenda perjalanan. Sebuah wirausaha sederhana dengan membuka sebuah travel online terwujud. Saya berharap usaha ini akan menjawab beberapa impian untuk banyak melakukan perjalanan. Rasanya. bahagia melakukan aktivitas ini. Bahkan saya hampir terlalu percaya diri untuk mengatakan, saya bisa menjadi konsultan tiket yang dapat merekomendasikan kapan saatnya mengadakan perjalanan dengan biaya yang murah, kapan waktu pemesanan tiket yang tepat, bahkan menentukan maskapai apa yang bisa digunakan. Usaha ini berjalan dengan bekal mengandalkan teman-teman mahasiswa sebagai pelanggan. Rasanya bahagia bisa berinteraksi dengan banyak orang yang supersibuk dengan banyak agenda penerbangan, tentunya dengan sedikit demi sedikit menambah keluasan referensi tentang Indonesia secara geografis.

Awal 2013. Angin segar bagi para pelancong seperti berhembus tak tanggung-tanggung. Saya menyaksikan dengan jelas betapa banyak orang-orang yang begitu penasaran untuk mencicipi nikmatnya berkendara di atas udara, bahkan tak jarang saya menyaksikan berbondong-bondong keluarga mencari kebahagiaan dengan berpiknik ke pulau dewata, mengunjungi ibukota Indonesia untuk sekedar mampir untuk menjenguk sanak family yang sedang menempuh pendidikan disana. Saya kira realistis, alasan mereka satu, ingin terbang. Saat itu saya betul-betul mengapresiasi sebuah jargon dari AIRASIA yang betul-betul nyata Now Everyone can fly

Kembali ke Niat awal saya untuk mendirikan Travel Online. Saya mesti menjadi orang yang  melakukan banyak perjalanan. Bagi saya, perjalanan itu adalah cara membuka wawasan dalam berfikir, dimana setiap kita pulang, fikiran kita lebih berwarna, dan semua dapat dilihat dengan sudut pandang yang baru.dan disaat kembali kita telah memiliki sesuatu yang berbeda.

23 Mei Hingga 3 Juni. Saya sudah memfixkan waktu perjalanan. Tiket Makassar- Kuala Lumpur kini telah di tangan. Air asia satu-satunya maskapai yang menyediakan penerbangan langsung dengan rute ini. Di ruang tunggu tanpa sengaja saya bertemu dengan seorang wanita yang kelihatannya berpendidikan, bahasa ingrisnya fasih ketika berbicara meski hanya digunakan sebagai selingan bahasa malaysia yang digunakannya.
“Ibu mau ke Kuala Lumpur?”, Saya mengawali pembicaraan
“Ya benar. Adik mau ke Kuala Lumpur juga?”
“Ia Bu. Benar”.
Percakapan kami berjalan begitu cepat, hingga akhirnya saya tahu kalau dia adalah seorang TKW yang
cukup lama di Malaysia yang ternyata memilih cuti beberapa pekan untuk ketemu keluarga, mungkin dia TKW dengan gaji di atas rata-rata?
“Beli tiketnya berapa Dik?”
“1 juta PP bu, jawabku memberi nominal pas yang sebenarnya 1034000 Rupiah PP, Murah ya Bu?”.
“Iya Murah? Bahkan saya Cuma 200 RM PP dik”.
“Wah ternyata Ibu lebih murah”.
“Iya, kalau bukan tiket promo mana bisa saya pulang sekejap waktu ini saja”.

Dan tak terasa percakapan itu memberi satu titik terang ide saya nantinya jika telah sampai di Malaysia. Saya akan menjadi travel agen yang mempromosikan tiket promo kepada keluarga yang kebetulan jadi TKI disana di negeri jiran.

Tanggal 24, Agenda silaturrahim super sibuk harus saya jalani, karena ternyata Kuala Lumpur masih terlampau jauh dari tempat Paman saya bermukim di negeri sembilan dan sekitar lima rumah dengan jarak puluhan kilometer saya tempuh tiap hari karena memang Paman saya memaksa harus menemui semua keluarga yang hidup dan berjuang mencari nafkah di malaysia. Dan uniknya semua yang saya temui adalah orang yang jarang pulang, meski salah seorang dari yang saya temui pulang dua tahun terakhir dan yang paling lama sepupu saya yang merantau sebelum saya lahir. Sikap saya harus berubah secara drastis menjadi orang yang supel saat itu. Lalu membahas rindu akan emnjadi topik yang paling menarik untuk segera diceritakan, adakah pernah rindu itu memuncak dalam hati mereka?

Airmata menetes kadang tanpa kekuatan berucap lagi. “Kenapa tak pulang?”. Saya seolah menjadi orang yang lebih dewasa dari mereka, padahal usia saya masih 23 tahun, sementara mereka adalah paman dan sepupu-sepupu saya yang umurnya jauh lebih tua dari saya.

Sudahkah lupa melilit hati mereka, para orang tua yang sangat merindu anaknya pulang?
Tak ada yang menjawab tak mampu karena dana, semua menjawab mampu. Lalu kenapa tak pulang?
Pulang hanya milik mereka yang sukses, karena ternyata beban berat itu bernama malu.Malu karena lama pergi namun pulang dengan tangan hampa.

Malu karena telah lama pergi namun biasa-biasa saja. Aku hanya bisa mengabarkan kepada mereka tentang betapa mudah jalan pulang itu mereka tempuh, bahwa dua tiga hari kini mampu mereka pulang hanya untuk sekedar membawa muka dihadapan para ibu dan bapak mereka dan melepas rindu yang sudah pasti tak pernah terobati tanpa pertemuan. Tak perlu menunggu sebulan di laut yang konon sekitar dua puluh tahun lalu mereka tempuh dari Makassar ke Malaysia, “cukup dua jam dan paman akan sampai ke Makassar!”, Ibu mereka punya hak untuk ditemui, bukan?

Banyak yang bisa dikisahkan, Sangat banyak. Termasuk kabar menggembirakan dari paman yang ternyata kini punya anak dari istrinya yang asli Orang Thailand. Rasanya bangga menjadi keluarga besar hingga lintas negara, termasuk penyakit ginjal dari tante yang membuatnya hanya meninggalkan Malaysia paling lama 3x24 Jam karena harus cuci darah rutin.
Air mata tak tertahankan menetes di hadapan kakak sepupu yang telah 23 tahun tak pulang. “Kamu ganteng juga ya?”,
Katanya menyapaku di awal tegur sapa. Saya merangkulnya lalu berbicara panjang lebar tentang kampung halaman, tentang memori dia pergi di saat aku masih dalam kandungan, dan wajah ibunya yang kini semakin menua.
“Pulanglah kak, bersama AIRASIA! . Jangan hiraukan lagi apa kata orang desa yang tak membawa hasil, Pulanglah!!!
Oh AIRASIA Terima kasih, kau mengantarku mengenal hidup di perantauan para pejuang devisa, tempat Ayahku dulu tumbuh dewasa dan 26 Mei 2013,Saya Harus menjadi lebih dewasa. AIRASIA mengantarku menjadi orang yang menjaga syukur atas banyaknya sanak saudara, lalu mengantar saya menjadi orang dewasa yang meyakinkan orang-orang yang merantau itu, bahwa mereka bisa pulang. Pulang tanpa beban kesuksesan dan mereka tak jauh dari kampung mereka hanya berjarak tiga jam perjalanan.
Empat bulan berlalu. Kakak sepupu saya akhirnya pulang untuk  sekadar menjenguk ibunya, dan sebulan berselang pertemuan antara anak dan ibu setelah tiga puluh tahun itu sebuah perpisahan hidup terjadi. Tante, sudara dari ayah saya meninggal. Dan AIRASIA adalah satu-satunya maskapai penerbangan yang berbuat untuk mempertemukan mereka sebelum akhirnya terpisahkan oleh kematian.

Terima kasih AIRASIA bukan hanya membuat orang terbang, tetapi juga membuat pertemuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar